Metode Activity Based Costing (ABC)

Klasifikasi ABC atau sering disebut sebagai analisis ABC merupakan klasifikasi dari suatu kelompok material dalam susunan menurun berdasarkan biaya penggunaan material itu per periode waktu (harga per unit dikalikan volume penggunaan dari material itu selama periode tertentu). Periode waktu yang umum digunakan adalah satu tahun. Analisa ABC juga dapat ditetapkan menggunakan kriteria lain bukan semata-mata berdasarkan kriteria biaya tergantung pada faktor-faktor penting apa yang menentukan material tersebut.

Arti Penting Bahan Baku

            Perusahaan perlu mengadakan persediaan bahan baku, karena bahan baku tidak bias tersedia setiap saat. Menurut Ahyari (1992) perusahaan akan menyelenggarakan persediaan bahan baku, hal ini disebabkan oleh:

1.     Bahan baku yang digunakan untuk proses produksi dalam perusahaan tidak dapat didatangkan secara satu persatu sebesar jumlah yang tidak diperlukan serta pada saaat bahan tersebut dipergunakan.

2.     Apabila bahan baku belum atau tidak ada sedangkan bahan baku yang dipesan belum datang maka kegiatan produksi akan berhenti karena tidak ada bahan baku untuk kegiatan proses produksi.

3.     Persediaan bahan baku terlalu besar kemungkinan tidak menguntungkan perusahaan karena biaya penyimpananya terlalu besa

            Klasifikasi ABC umum dipergunakan dalam pengendalian inventory (inventory control). (Rosnani Ginting, 2007). Menurut Prasetyawan dan Nasution (2008) dalam analisis ABC, persediaan suatu perusahaan dibagi menjadi 3 klasifikasi, yaitu: A, B dan C sehingga dikenal sebagai analisis ABC. Analisis ABC membagi persediaan dalam tiga kelas berdasarkan atas nilai (volume) persediaan. Kriteria masing-masing kelas dalam analisis ABC adalah sebagai berikut:

1.     Kelas A Persediaan yang memiliki nilai volume tahunan rupiah yang tinggi yaitu sekitar 75 – 80% dari 15 – 20% jenis barang. Persediaan yang termasuk kelas ini memerlukan perhatian yang tinggi dalam pengadaannya karena berdampak pada biaya yang tinggi dan pemeriksaan dilakukan secara intensif.

2.     Kelas B Persediaan dengan nilai tahunan rupiah yang menengah yaitu sekitar 10 – 15% dari 20 – 25% jenis barang. Dalam kelas ini diperlukan tehnik pengendalian yang moderat.

3.     Kelas C Persediaan yang nilai volume tahunan rupiahnya rendah, yang hanya sekitar 10% dari total nilai persediaan. Dalam kelas ini diperlukan pada faktor-faktor penting apa yang menentukan material tersebut. Klasifikasi ABC umum dipergunakan dalam pengendalian inventory (inventory control).

            Menurut Yamit (2003) system klasifikasi ABC merupakan suatu prosedur sederhana yang didasarkan pada nilai rupiah 35 pembelian. Klasifikasi system ABC merupakan petunjuk bagi manajemen dalam memberikan prioritas pengawasan persediaan. Item kelompok A harus dilakukan pengawasan secara ketat dibandingkan dengan item kelompok B maupun C.

            Menurut Sumayang (2003) metode inventori ABC atau analisis aturan 80-20, adalah metode pengelolaan inventori dengan cara mengelompokkan inventori berdasarkan nilai penggunaan. Metode inventori menjelaskan bahwa jumlah item yang sedikit tetapi dengan nilai penggunaan yang besar akan memegang peranan didalam inventori. Dengan mengawasi item kelas A sebanyak 20% dengan nilai penggunaan sebesar 80% maka sudah dapat dikelola secara keseluruhan, sedangkan pada item kelas C sebanyak 50% dengan nilai penggunaan sebesar 5% pengawasan tidak perlu terlalu ketat.

            Menurut Render dan Heizer (2001) Analisis ABC membagi persediaan ditangan kedalam tiga kelompok berdasarkan volume tahunan dalam jumlah uang. Analisis ABC yang merupakan penerapan persediaan dari prinsip pareto. Prinsip pareto menyatakan bahwa “ada beberapa yang penting dan banyak yang sepele”. Untuk menentukan nilai uang tahunan dari volume dalam analisis ABC,

Penggunaan Metode ABC

            Penggunaan Analisis ABC adalah untuk menetapkan

1.     Frekwensi perhitungan inventori (cycle inventory), dimana material-material kelas A harus diuji lebih sering dalam hal akurasi catatan inventori dibandingkan material-material kelas B atau C.

2.     Prioritas rekayasa (engineering), dimana material-material kelas A dan B memberikan petunjuk pada bagian rekayasa dalam peningkatan program reduksi biaya ketika mencari material-material tertentu yang perlu difokuskan.

3.     Prioritas pembelian, dimana aktivitas pembelian seharusnya difokuskan pada bahan-bahan baku bernilai tinggi (high usage). Fokus pada material-material kelas A untuk pemasokan dan negosiasi.

4.     Keamanan, meskipun nilai biaya per unit merupakan indicator yang lebih baik dibandingkan nilai penggunaan, namun analisis ABC boleh digunakan sebagai indikator dari material-material mana (kelas A dan B) yang seharusnya man disimpan dalam ruangan terkunci untuk mencegah kehilangan, kerusakan atau pencurian.

5.     Sistem pengisian kembali (replenishment system), dimana klasifikasi ABC akan membantu mengidentifikasi metode pengendalian yang digunakan. Akan lebih ekonomis apabila mengendalikan material-material kelas C dengan simple two – bin system of replenishment dan metode-metode yang lebih canggih untuk material-material kelas A dan B.

6.     Keputusan investasi, karena material-material kelas A mengambarkan investasi yang lebih besar daam inventori, maka perlu lebih berhati-hati dalam membuat keputusan tentang kuantitas pesanan dan stock pengamanan material-material kelas A dibandingkan terhadap material-material kelas B dan C.

3.4.3 Konsep Dasar Activity Based Cost System

            Menurut Mulyadi (2007) dua falsafah yang melandasi Activity-Based Costing System yaitu:

1.     Cost is caused

Biaya ada penyebabnya dan penyebab biaya adalah aktivitas. Pemahaman tentang aktivitas yang menjadi penyebab timbulnya biaya akan menempatkan personel perusahaan pada posisi dapat mempengaruhi biaya. Activity-Based Costing System berawal dari keyakinan dasar bahwa sumber daya menyediakan kemampuan untuk melaksanakan aktivitas, bukan sekedar menyebabkan timbulnya biaya yang harus dialokasikan.

2.     The causes of cost can be managed

Penyebab terjadinya biaya (yaitu aktivitas) dapat dikelola. Melalui pengelolaan terhadap aktivitas yang menjadi penyebab terjadinya biaya, personel perusahaan dapat mempengaruhi biaya. Pengelolaan terhadap aktivitas memerlukan berbagai informasi tentang aktivitas.

            Dalam Activity-Based Costing System produk diartikan sebagai barang atau jasa yang dijual perusahaan. Produk-produk yang dijual perusahaan misalnya pelayanan kesehatan, asuransi, pelayanan konsultasi, buku, baju dan sebagainya. Semua produk tersebut dihasilkan melalui aktivitas perusahaan. Aktivitas-aktivitas tersebut yang mengkonsumsi sumber daya. Biaya yang tidak dibebankan secara langsung pada produk akan dibebankan pada aktivitas yang menyebabkan timbulnya biaya tersebut. Biaya untuk setiap aktivitas ini kemudian dibebankan pada produk yang bersangkutan.

Hierarki Biaya dalam Activity-Based Costing System

            Pada pembentukan kumpulan aktivitas yang berhubungan, aktivitas diklasifikasikan menjadi beberapa level aktivitas yaitu level unit, level batch, level produk dan level fasilitas. Pengklasifikasian aktivitas dalam beberapa level ini akan memudahkan perhitungan karena biaya aktivitas yang berkaitan dengan level yang berbeda akan menggunakan jenis Cost Driver yang berbeda. Hierarki biaya merupakan pengelompokan biaya dalam berbagai kelompok biaya (Cost Pool) sebagai dasar pengalokasian biaya. Firdaus dan Wasilah (2009) memaparkan hierarki biaya dalam Activity-Based Costing System yaitu:

1.     Biaya untuk setiap unit (output unit level) adalah sumber daya yang digunakan untuk aktivitas yang akan meningkat pada setiap unit produksi atau jasa yang dihasilkan. Dasar pengelompokan untuk level ini adalah hubungan sebab akibat dengan setiap unit yang dihasilkan.

2.     Biaya untuk setiap kelompok unit tertentu (batch level) adalah sumber daya yang digunakan untuk aktivitas yang akan terkait dengan kelompok unit produk atau jasa yang dihasilkan. Dasar pengelompokan untuk level ini adalah biaya yang hubungan sebab akibat untuk setiap kelompok unit yang dihasilkan.

3.     Biaya untuk setiap produk/jasa tertentu (product/service sustaining level) adalah sumber daya digunakan untuk aktivitas yang menghasilkan suatu produk dan jasa. Dasar pengelompokan untuk level ini adalah biaya yang memiliki hubungan sebab akibat dengan setiap produk atau jasa yang dihasilkan.

4.     Biaya untuk setiap fasilitas tertentu (facility sustaining level) adalah sumber daya yang digunakan untuk aktivitas yang tidak dapat dihubungkan secara langsung dengan produk atau jasa yang dihasilkan tetapi untuk mendukung organisasi secara keseluruhan. Dasar pengelompokan untuk level ini sulit dicari hubungan sebab akibatnya dengan produk atau jasa yang dihasilkan tetapi dibutuhkan untuk kelancaran kegiatan perusahaan yang berhubungan dengan proses produksi barang atau jasa.

Manfaat Activity-Based Costing System

            Activity-Based Costing System telah diakui sebagai sistem manajemen biaya yang menggantikan sistem akuntansi biaya yang lama, yaitu Sistem Tradisional. Hal ini disebabkan karena Activity Based Costing System mempunyai banyak manfaat. Abdul Halim (1999) menyebutkan manfaat-manfaat Activity-Based Costing System sebagai berikut:

1.     Mendorong perusahaan-perusahaan untuk membuat perencanaan secara spesifik atas aktivitas-aktivitas dan sumberdaya untuk mendukung tujuan strategis.

2.     Memperbaiki sistem pelaporan dan memperluas ruang lingkup informasi tidak hanya berdasar unit-unit organisasi tertentu. Sistem pelaporan yang dimaksud lebih luas di sini meliputi interdependensi antara satu unit dengan unit organisasi yang lain.

3.     Dengan adanya interpendensi akan dapat mengenal aktivitasaktivitas yang perlu dieliminasi dan yang perlu dipertahankan.

4.     Penggunaan aktivitas-aktivitas sebagai pengidentifikasi yang alamiah akan lebih memudahkan pemahaman bagi semua pihak yang terlihat dalam perusahaan.

5.     Lebih berfokus pada pengukuran aktivitas yang nonfinansial.

6.     Memberikan kelayakan dan kemampuan untuk ditelusuri atas pembebanan Biaya Overhead Pabrik terhadap biaya produksi dengan menggunakan pemandu biaya sebagai basis alokasi.

7.     Memberi dampak pada perencanaan strategis, pengukuran kinerja, dan fungsi manajemen yang lain.

8.     Memberikan kemampuan untuk mengerti bahwa dampak teknologi manufaktur yang semakin canggih memerlukan aktivitas-aktivitas baru dan berbeda dari yang lama.

9.     Mendorong perusahaan untuk merancang sistem agar lebih fleksibel terhadap perubahan lingkungan manufaktur.

            Adapun menurut Supriyono (1994) beberapa manfaat Activity-Based Costing System sebagai berikut:

1.     Penentuan Harga Pokok Produksi yang lebih akurat

2.     Meningkatkan mutu pembuatan keputusan

3.     Penyempurnaan perencanaan strategik

4.     Kemampuan yang lebih baik untuk mengelola (memperbaiki secara kontinyu) aktivitas-aktivitas.

            Activity Based Costing System dapat meyakinkan pihak manajemen bahwa mereka harus mengambil langkah untuk menjadi lebih kompetitif. Pihak manajemen dapat berusaha untuk meningkatkan mutu dengan fokus pada pengurangan biaya yang memungkinkan. Selain itu, Activity Based Costing System dapat membantu manajemen dalam pengambilan keputusan membuat atau membeli bahan baku serta bahan lainnya. Dengan penerapan Activity Based Costing System maka keputusan yang akan diambil oleh pihak manajemen akan lebih baik dan tepat. Hal ini didasarkan bahwa dengan akurasi perhitungan biaya produk yang menjadi sangat penting dalam persaingan global. Activity Based Costing System memudahkan penentuan biaya-biaya yang kurang relevan pada Sistem Tradisional. Banyak biaya-biaya yang kurang relevan yang tersembunyi pada Sistem Tradisiol.

            Activity-Based Costing System yang transparan menyebabkan sumber-sumber biaya tersebut dapat diketahui dan dieliminasi. Selain itu, Activity Based Costing System mendukung perbaikan yang berkesinambungan melalui analisa aktivitas. Activity Based Costing System memungkinkan tindakan perbaikan terhadap aktivitas yang tidak bernilai tambah atau kurang efisien. Hal ini berkaitan erat dengan masalah produktivitas perusahaan. Dengan analisis biaya yang diperbaiki, pihak manajemen dapat melakukan analisis yang lebih akurat mengenai volume produksi yang diperlukan untuk mencapai titik impas atas produk yang bervolume rendah.

Kendala Activity Based Costing System

            Activity Based Costing System merupakan pendekatan yang lebih baik daripada Sistem Tradisional, namun Activity Based Costing System mempunyai banyak kendala. Menurut Abdul Halim (1999) kendala-kendala Activity Based Costing System meliputi:

1.     Alokasi

     Data aktivitas perlu diperoleh tetapi beberapa biaya memerlukan alokasi biaya berdasarkan volume. Usaha-usaha untuk menelusuri aktivitas-aktivitas penyebab biaya-biaya ini merupakan tindakan yang sia-sia dan tidak praktis.

2.     Periode-periode akuntansi

     Periode-periode waktu yang arbiter masih digunakan dalam menghitung biaya-biaya. Banyak manajer yang ingin mengetahui apakah produk yang dihasilkan menguntungkan atau tidak. Tujuannya tidak saja untuk mengukur seberapa banyak biaya yang sudah diserap oleh produk tersebut, tetapi juga untuk mengukur segi kompetitifnya dengan produk sejenis yang dihasilkan oleh perusahaan lain. Manajemen dalam hal ini memerlukan pengukuran dan pelaporan yang interim. Informasi untuk mengevaluasi perilaku biaya tersebut dapat diberikan pada saat siklus hidup produk itu berakhir sehingga untuk pengukuran produk yang memiliki siklus hidup yang lebih lama membutuhkan bentuk pengukuran yang interim (sementara).

3.     Beberapa biaya yang terabaikan

     Dalam menganalisa biaya produksi berdasarkan aktivitas, beberapa biaya yang sebenarnya berhubungan dengan hasil produk diabaikan begitu saja dalam pengukurannya.

            Meskipun Activity Based Costing System dapat menelusuri biaya ke produk masing-masing dengan lebih baik, tetapi Activity Based Costing System juga mempunyai kendala-kendala yang harus diperhatikan pihak manajemen. Apabila data aktivitas telah tersedia namun ada beberapa biaya yang masih membutuhkan alokasi ke setiap departemen berdasarkan unit karena secara praktis tidak dapat ditemukan aktivitas yang dapat menyebabkan biaya tersebut. Kendala lain dari penerapan Activity Based Costing System adalah beberapa biaya yang diidentifikasi pada produk tertentu diabaikan dari analisis.

Langkah Metode ABC

Menurut Fauzan Adzima, (2018) untuk memperoleh pengelompokkan persedian dengan menggunakan analisis ABC, maka langkah-langkah yang dilakukan adalah:

·       Menentukan volume tahunan dalam nilai uang (rupiah).

Dengan cara “Volume tahun (dalam unit) x harga perunit”

·       Susun urutan item persediaan berdasarkan volume tahunan rupiah dari yang terbesar nilainya ke yang terkecil

·       Jumlah volume tahunan rupiah secara kumulatif

·       Menentukan persentase kumulatif dengan cara:

volume tahuanan dalam unit / jumlah volume tahuanan dalam unit x 100%

·       Klasifikasikan ke dalam kelas A, B, C secara berurut. 

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel